SELAMAT DATANG DI BLOGSPOT BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEMERINTAHAN DESA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN BENGKAYANG

Jumat, 14 Desember 2012

Pentingnya Mendorong Pelaku Usaha Mikro Dalam Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Burung Enggang/Kenyalang/Alo
Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) dan Pemberdayaan LKM haruslah mencakup dua aspek ,yaitu aspek regulasi dan aspek penguatan kelembagaan. Kedua aspek ini tidak boleh berdiri sendiri harus saling terkait dan mendukung, sehingga mampu membentuk sinergi dalam pengembangan usaha mikro.
          Dalam aspek regulasi, berdasarkan studi kasus dan pengalaman selama ini masih terbatasnya layanan kerangka hukum keuangan mikro, kurang memadainya peraturan pengawasan, serta masih diterapkannya bentuk kredit bersubsidi dengan target sasaran tertentu, tanpa mendesain system tabungan sebagai investasi masyarakat.
          Sedangkan dalam aspek kelembagaan secara ekonomi di tingkat pedesaan belum tersentuhnya kelembagaan yang memungkinkan masyarakat turut serta berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengelolaannya. Oleh karena itu instrumen yang dibutuhkan dengan menghadirkan pembentukan Badan Usaha yang dapat mengayomi kesempatan berusaha bagi masyarakat yakni melalui BUMDes.
          Pemerintah telah berkomitmen dengan mengadopsi resolusi PBB tentang The International Year of Mikrocredit 2005, menyebabkan sangat diperlukannya kebijakan nasional bagi keuangan mikro untuk mengatasi keterbatasan perbankan melalui penciptaan lingkungan yang memungkinkan LKM yang sudah ada saat ini untuk memperluas pelayanan mereka serta mendukung terbentuknya berbagai LKM untuk mengisi pelayanan permodalan mikro terutama di wilayah perdesaan, dan BUMDes diharapkan dapat menjawab keberadaan LKM dimaksud.
          Bentuk layanan keuangan mikro secara formal dimiliki oleh Perbankan dan Koperasi yang sejujurnya belum menjangkau layanan keuangan mikro di daerah perdesaan dimana mayarakat sangat membutuhkan sentuhan modal usaha. Sedangkan bentuk lain berupa layanan keuangan mikro di daerah perdesaan dimana
Masyarakat sangat membutuhkan sentuhan modal usaha. Sedangkan bentuk lain berupa layanan keuangan informal yang dimiliki oleh masyarakat perdesaan itu sendiri yakni atau disebut LKM Bukan Bank dan Bukan Koperasi (LKM B3K) dan sudah beroperasi puluhan tahun.
          Bedasarkan pendataan sebaran LKM B3K sebagaimana diamanatkan dalam inpres 3 Tahun 2010 tentang Pembangunan Yang Berkeadilan,diperintahkan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk menginventarisir LKM B3K yang masih beroperasi di perdesaan jumlahnya + 61.400 unit (hampir menyamai jumlah desa di Indonesia).
          Sebaran LKM B3K ini segera mungkin dapat mempunyai kekuatan hukum, dengan bertranformasi menjadi BPR, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagaimana telah disepakati melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Koperasi dan UKM, dan Gubernur Bank Indonesia, dan BUMDes secara de fakto mempunyai kekuatan legalitas yang diakui menurut Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.

Peran LKM-B3K Dalam BUMDes  
           Mengingat sentralnya perananLKM B3K dalam BUMDes, maka pemerintah berkewajiban memberikan perhatian yang serius dan konsisten, dan merupakan kebijakan yang tidak terpisahkan dengan program pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu, sangatlah tepat bila pada pasal 3 UU No.20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dinyatakan bahwa Usaha Mikro, bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Untuk itu, sinergitas penyusunan kebijakan setiap level pemerintahan sangat diperlukan dan disesuaikan dengan kewenangan masing-masing sebagaimana yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
          Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah, strategi pengembangan BUMDes tidak semata didasarkan pada aspek target pertumbuhan ekonomi, akan tetapi yang lebih penting adalah menciptakan aktifitas ekonomi yang kondusif di tingkat desa paling tidak memecahkan kendala pengembangan usaha desa guna mendorong peningkatan pendapatan masyarakat sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara luas.
          Komitmen dalam pemberdayaan BUMDes perlu juga memperhatikan kewenangan penyelenggaraan pembinaan kepemerintahan. Hubungan kerjasama antar dunia usaha dan pemerintah daerah perlu senantiasa dijaga agar dapat saling sinergi. Oleh karena itu, salah satu peran yang diemban oleh provinsi adalah mengkoordinasikan dan menserasikan kebijakan dan program penyelenggaraan pembinaan usaha ekonomi masyarakat.
          Dalam hal penyelenggaraan pembinaan LKM B3K melalui BUMDes, maka perlu menekankan adanya aspek “keterpaduan” dimana pembinaan dislenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan, antara lain, adalah Pemerintahan, pemerintah daerah, dan pengusaha Mikro di perdesaan.

Pijakan Regulasi
          Sebagaimana digariskan dalam Peraturan pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, pada era otonomi daerah saat ini, banyak urusan pemerintah berupa kewenangan untuk mengatur fungsi pelayanan masyarakat telah diserahkan ke daerah, baik tingkat provinsi ataupun Kabupaten dan Kota. Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan mensejahterakan masyarakat.
          Perangkat kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, sebagai landasan berpijak dengan memperhatikan struktur kelembagaannya di tingkat Desa yakni melalui BUMDes berdasarkan Permendagri No. 39 Tahun 2010. Proses fasilitasi pengembangan BUMDes agar dapat diteruskan dengan program-program yang konkrit dan dapat diimplementasikan penyelenggaraan perencanaan, dan pengendalian secara terpadu.

 Kondisi Obyektif
           Rendahnya produktivitas pelayanan di Desa selama ini lebih disebabkan oleh lemahnya sumberdaya manusia di bidang manajemen, organisasi yang kurang professional, penguasaan teknologi dan pemasaran yang lemah, serta rendahnya kualitas kewirausahaan dari para pelaku usaha mikro.
          Masalah pengembangan BUMDes juga bertambah rumit karena kebanyakan usaha mikro kurang difasilitasi dengan akses terhadap permodalan, informasi, pasar, teknologi dan factor-faktor penunjang bisnis lainnya. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dalam bentuk affirmative action atau tindakan keberpihakan, yakni bahwa pemerintah dan pemerintah daerah memang harus mengembangkan BUMDes.
          Ada dua piihak yang diharapkan berperan aktif dalam mengembangkan BUMDes:
  1. Pemerintah Daerah, diharapkan membantu dalam regulasi, program maupun bantuan teknis dan permodalan.
  2. Swasta, diharapkan melakukan kemitraan pendampingan maupun permodalan baik yang terkait langsung dengan kegiatan pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat maupun program perusahaan seperti Corporate Social Responsibility (CSR).

Perspektif BUMDes Ke Depan
          Kebijakan pemerintah dalam upaya pengembangan BUMDes, diperlukan suatu pemahaman yang terukur dan mendalam (diagnosis) untuk mengetahui apa sebenarnya permasalahan yang dihadapi oleh tiap-tiap usaha BUMDes di masyarakat yang akan dibina. Pembinaan tidak mungkin berhasil tanpa adanya pemahaman yang utuh atas kebutuhan klien dan tidak berkesinambungan.
          Pengembangan BUMDes membutuhkan pembinaan yang berkelanjutan guna mencapai sasaran. Perlunya pengembangan BUMDes, antara lain:
  1. Pengembangan unit usaha BUMDes idealnya bertumpu pada potensi dan kondisi local serta lebih berorientasi pada proses yang partisipatif;
  2. Pengembangan BUMDes bukan hanya pada strategi pemecahan permasalahan saja, tapi sampai pada strategi rencana tindak pengembangan unit usaha;
  3. Pengembangan BUMDes hendaknya melibatkan seluruh stakeholders, baik komponen masyarakat, pemerintah dan legislative serta dunia usaha.

Sumber :TERPADU, Media Komunikasi Pembangunan Desa Terpadu, 2011

Desa, Ujung Tombak Pembangunan Nasional

Burung Kuau/Burung Ruai
Pelaksanaan Kegiatan Nasional yang diselenggarakan Direktorat Jenderal PMD, Kementerian Dalam Negeri seperti, Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM), Lomba Desa dan Kelurahan, Hari Kesatuan Gerak PKK (HKG-PKK), dan Gelar Teknologi Tepat Guna (Gelar TTG) dapat dijadikan ajang pertemuan bagi para aparat pemerintah provinsi, kabupaten dan kota sebagai media untuk saling, tukar pengalaman dalam pelaksanaan berbagai program serta kebijakan.
          Hal tersebut dikatakan Direktur Jenderal PMD, Drs. Ayip Muflich, SH,MS.i dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Sekditjen PMD, Drs. H. Achmad Zubaidi, M.Si, dalam Rapat Kerja Teknis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Rakernis PMD) Tahun 2011, di Pontianak. Rakernis PMD ini diselenggarakan di sela-sela kegiatan Peringatan Gerakan Nasional Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat VIII (BBRGM) dan Hari Kesatuan Gerak PKK Ke- 39.
          Diharapkan, pertemuan tersebut menghasilkan suatu gambaran tentang permasalahan di daerah serta solusi yang dapat diambil untuk mengatasi  permasalahan tersebut. “Pemetaan terhadap berbagai isu-isu strategis serta solusi yang dihasilkan agar menjadi salah satu tolak ukur kita dalam merencanakan program dan kegiatan untuk tahun anggaran 2012 sehingga kebijakan yang dihasilkan oleh daerah dapat mendukung pemerintah dalam menanggulangi permasalahan nasional,” jelas Ayip.
          Menurut Dirjen,bahwa ujung tombak pembangunan nasional adalah pembangunan di tingkat pedesaan. Kebijakan ini kiranya dapatlah dipahami, mengingat dari sekitar 234,2 juta penduduk Indonesia, sekitar 14,15 % adalah penduduk miskin, dan mereka umumnya tinggal di perdesaan dan daerah kumuh perkotaan. “Untuk itu perlu kiranya kita duduk bersama dalam pertemuan ini untuk melakukan pemetaan terhadap berbagai permasalahan dan isu-isu strategis yang dapat kita angkat dalam rangka penanggulangan kemiskinan di wilayah  masing-masing,” kata dia.
          Dalam Rakernis PMD yang dipimpin Sekditjen, Drs. H. Achmad Zubaidi, M.Si, bertanya ke beberapa peserta yang berasal dari beberapa wilayah di Indonesia, apakah ada diantara para peserta yang hadir menginginkan agar provinsinya dijadikan kegiatan akbar BBRGM pada tahun 2012. Zubaidi pun dengan bijak menampung beberapa usulan yang menurut pendapatnya untuk melakukan kegiatan nasional tidak hanya melibat perorangan tetapi melibatkan banyak pihak dengan berbagai pertimbangan. Bahkan ketika ada peserta yang usul agar kegiatan tersebut diselenggarakan di Papua, Zubaidi berpendapat tidak semudah itu menyelenggarakan kegiatan nasional di sana, “Yang paling utama jadual penerbangan ke sana sangat terbatas, begitu juga sarana dan prasarana yang ada, “kata dia.
          Sementara itu, Direktur Kelembagaan dan Pelatihan Masyarakat, Direktorat Kelembagaan dan Pelatihan Masyarakat, Ditjen PMD, Drs. Nuryanto, MPA meminta kepada para peserta Rakernis PMD untuk mencermati makna penting dari kegiatan BBRGM yang senantiasa dihadiri oleh presiden RI. “Ada kajian politis bahwa nilai-nilai dan makna yang besar bagi bangsa jangan hanya terlihat pada bulan mei. Bulan Mei mewarnai 11 bulan lainnya bahwa semangat gotong royong ada di setiap bulan, “kata Nuryanto.
          Nuryanto meminta hendaknya kegiatan nasional BBRGM tidak sekedar seremonial semata, tetapi bermanfaat bagi masyarakat,” Kedepan kita wujudkan semangat gotong royong lebih ditingkatkan,”kata dia. Dalam Rakernis PMD ada beberapa point yang dibahas oleh para peserta diantaranya tentang BumDesa dan pasar desa, BBRGM dan HKG PKK  lomba desa/kelurahan, Gelar TTG dan Anugerah Si Kompak.


Terbatas SDM

            Kasubdit pengkreditan dan Simpan Pinjam, Direktorat Usaha Ekonomi Masyarakat, Anang Sudiana,SE,MM, mengungkapkan, BumDesa dinilai kurang banyak. Hal ini disebabkan, terbatasnya SDM. “SDM yang mengelola BumDesa masih lemah karena kurangnya mengikuti Bintek. Seandainya sudah mengikuti Bintek, kerap dimutasi akibatnya menghambat perkembangan keberadaan  BumDesa,”kata anang yang berharap agar sosialisasi BumDesa dilaksanakan berulang-ulang sehingga mendorong desa untuk membentuk BumDesa. Menurut dia, masalah lain yang menyebabkan BumDesa kurang berkembang karena keuangan daerah yang terbatas. Daerah tidak memprioritaskan pembentukan BumDesa, “Untuk itu kemitraan dengan pemilik modal sangatlah dibutuhkan.
          Ia menambahkan, selain masalah BumDesa masalah lain adalah tentang pasar desa. Saat ini pasar desa dibanjiri pasar modern. Ini disebabkan lemahnya pengawasan, karena diperlukan proteksi keberpihakan pasar desa. Selain itu, terbatasnya dana untuk pembangunan pasar desa, provinsi juga kesulitan membangun pasar desa yang nyaman.
          “Masih adanya pengelolaan pasar desa oleh kabupaten, kepemilikan asset tidak jelas. Padahal bila diserahkan ke desa bisa dikelola dengan bagus karena dilaksanakan oleh desa itu sendiri,”kata dia seraya menambahkan, pengurusan pasar desa masih bersifat tradisional.Sehingga perlu diadakan Bintek,”.
          Sementara itu, Direktur Kelembagaan dan Pelatihan Masyarakat Direktorat Kelembagaan dan Pelatihan Masyarakat, Drs. Nuryanto, MPA menuturkan permasalahan-permasalahan yang kerap dialami dalam kegiatan BBRGM diantaranya banyak daerah belum menganggarkan kegiatan BBRGM. Belum libatkan SKPD lain, masih ada aparat PMD belum paham ke-PMDan sehingga perlu sosialisasi BBRGM.
          Sedangkan Direktur Pemberdayaan Adat dan Sosial Budaya Masyarakat, Direktorat Pemberdayaan Adat dan Sosial Budaya Masyarakat, Dr.Ir. Sapto Supono,M.Si, mengatakan agar pelaksanaan BBRGM dan HKG PKK tetap disatukan dengan alternatif  waktu awal Mei untuk pencanangan tingkat nasional dan akhir Mei untuk acara puncak di tingkat provinsi,”Pada acara puncak BBRGM dan HKG PKK diusulkan pula pemberian penghargaan kepada Pemda berprestasi,”katanya. 

by. Drs. Ayip Muflich,  SH,M.Si

Menggelitik Adat Istiadat dan Nilai Budaya Sosial dalam Pembangunan Masyarakat dan Desa

Burung Kuau/Burung Ruai
Ada satu pertanyaan menggelitik muncul ketika berbagai program pembangunan desa marak diluncurkan yaitu “Apakah budaya masyarakat merupakan faktor penting yang diperhatikan bagi input kebijakan dalam menyusun program pembanguna desa?”. Ketika suatu kebijakan pembangunan desa mengemukakan penghargan terhadap nilai-nilai budaya yang ditemui sangat beraneka ragam di negeri kepulauan Nusantara ini, berartimengindikasikan suatu penghormatan terhadap nilai budaya sebagai suatu hak individu dan hak azasi masyarakat.
          Di era pasca reformasi indikasi terhadap nilai budaya ini, sebenarnya sudah tampak mengemuka ketika Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa diterbitkan sebagai penjabaran lebih lanjut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Desa atau yang disebut dengan nama lain dinyatakan sebagai kesatuan masyarakat hukum dengan batas wilayah yang didalamnya memiliki wewenang mengatur dan mengurus kepentingan warganya berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat. Hal ini diakui dan dihormati dalam sIstem Pemerintahan NKRI.
          Betapa tidak, jika ditelusuri jejak sejarah desa, pada tahun 1817 seorang warga Negara Belanda yang menjabat sebagai Pembantu Gubernur Jenderal Inggris bernama Mr. Mutinghe, menemukan adanya pemukiman di pesisir pantai Utara Jawa. Laporan temuan ini melandasi dikeluarkannya Indlansche Gemeente-Ordonantie (IGO) dan Indlansche Gemeentie-Ordonantie Buitengeustatesten (IGOB) oleh pemerintah kolonial Belanda masing-masing untuk daerah  Jawa dan luar Jawa. Ini merupakan bentuk pengakuan penghargaan terhadap hak otonomi asli desa. Demikian juga pada masa pendudukan Jepang, pengaturan tentang desa termasuk di dalamnya hokum adat tidak diganggu gugat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan penjajah tentunya.
          Adat istiadat atau hukum adat sebenarnya masih sangat kental mewarnai kehidupan masyarakat desa. Bahkan masyarakat atau komunitas tertentu di kota-kotapun banyak yang masih membawa kebiasaan dan menerapkan adat istiadat dari desa atau kampung halaman mereka masing-masing. Sampai di kota atau daerah perantauan ikatan kekerabatan dalam budaya yang dimiliki masih dipertahankan. Ambil saja contoh perkumpulan masyarakat Minang, Tapanuli, Maluku yang tersebar di berbagai kota. Apalagi di daerah asal mereka tentunya ikatan kekerabatan dan adat istiadat ini lebih kental lagi. Asumsinya, banyak hal dalam kehidupan masyarakat dengan karakteristik seperti ini, termasuk dalam hal membangun desa seharusnya bisa menciptakan dukungan positif dan kondusif untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
          Namun, jika kita simak pergumulan pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sekelompok masyarakat yang mendapat “Lebelling” alias predikat miskin selama decade belakangan ini, serasa sebagai suatu “never ending business”. Seluruh potensi nampaknya telah dikerahkan, namun  penurunannya merambat perlahan serasa bergeming. Bahkan sinisme yang terlontar untuk perjuangan melawan kemiskinan ini bagaikan “Jauh Panggang dari Api”: Apa pasalnya? Apakah kebiasaan, adat istiadat, nilai-nilai budaya yang pekat mewarnai kehidupan dan interaksi social masyarakat desa memang benar-benar tidak mampu menjembatani jurang dalam antara si miskin dan si kaya di desa sehingga desa semakin tidak nyaman untuk ditinggali yang mengakibatkan orang desa berbondon-bondong hijrah ke kota ? atau jangan-jangan implementasi kebijakan yang sudah tegas meletakkan dasar keberpihakan pada masyarakat dan desa tergiring kearah yang keluar dari arah sasaran?
          Mari kita lihat payung hukum lewat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelatihan dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai-Nilai Sosial Budaya Masyarakat. Upaya pelestarian dan pengembangan dimaksudkan untuk memperkokoh jati diri individu dan masyarakat dalam mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Tujuannya mendukung pengembangan budaya nasional dalam mencapai kualitas ketahanan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
          Bagi institusi pemberdayaan masyarakat seperti Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Ditjen PMD) ada dua aspek pokok penting yang menjadi titik perhatian. Yang pertama, dalam rangka mencapai tujuan prioritas sebagai bagian dari rencana strategis sampai tahun 2014 mendatang adat istiadat dan nilai social budaya masyarakat harus menjadi “obat kuat” yang memperkokoh jati diri individu dan masyarakat untuk mendukung kelancaran pemerintahan dan pembangunan. Yang kedua, dalam rangka mencapai peningkatan kualitas ketahanan nasional dan keutuhan NKRI, mau tidak mau pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai-nilai social budaya harus dilakukan.
          Masalahnya sekarang, bagaimana memastikan dan apa cirinya kalau suatu pembangunan desa memiliki konsep, program dan strategi pelaksanaan berdasarkan adat isitiadat dan nilai-nilai social budaya? Semisal Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), prosesnya sarat dengan forum musyawarah. Soal bermusyawarah kalau dilihat dari perspektif budaya atau adat istiadat sudah melekat pada proses interaksi social yang ada dalam komunitas desa. Namun musyawarah yang dikenalkan nampaknya melalui prosedur atau tahapan yang selain diperkenalkan dengan istilah-istilah baru yang bernuansa modern juga melalui tahapan yang cukup panjang. Kalau saja dapat memakai aturan adat istiadat atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat mungkin istilah “selesaikan secara adat” bisa lebih efektif dan efisien dan bahkan juga ekonomis. Yah, bagaimana kita tahu kalau tidak ada keberanian untuk mencobanya?

 Oleh : Abraham Raubun
Tenaga Ahli Utama  Sekretariat PDT

Camat Memiliki Peran Strategis Atasi konflik Masyarakat

Semakin kondisi kita belum siap seperti yang di lakonkan oleh negara-negara maju karena berbagai keterbatasan. Sehingga kita semakin rentan konflik, jika masing-masing pihak tidak selalu waspada dan responsif untuk saling memahami.
            Kebutuhan masyarakat juga demikian tumbuh berkembang, yang apabila kepentingan masyarakat setempat cenderung terabaikan, apalagi atas kehadiran perusahaan atau pihak-pihak megeksploitasi sumber daya, tidak terelakan akan terjadi konflik yang mengancam ketertiban. Terjadinya tindakan anarkhis pengrusakan, pembakaran dan bahkan pembunuhan sperti yang terjadi di Mesuji dan Bima. Oleh Karena itu Camat, dan Kepala desa/Lurah yang sebagai aparatur pemerintah yang langsung berhubungan dengan masyarakat dituntut memiliki kemampuan dengan naluri dan kepekaan tinggi. Sebagai ujung tombak pemerintah di daerah camat dan kepala desa harus mempunyai kepedulian, mampu berkomunikasi denga baik, memiliki loyalitas cerdas, dapat di percaya sadar bela negara, sehingga dapat menyelamatkan masyarakat dari berbagai ancaman dan konflik seperti yang terjadi belakangan ini dibeberapa daerah.
            Masalah-Masalah inilah yang menjadi topik pembahasan pada acara Forum Fasilitasi Revitalisasi Pancasila bagi Aparatur Pemerintah, yang diikuti oleh para camat dari berbagai daerah di Indonesia, yang diselenggarakan Ditjen Kesbangpol Kemendagri di Jakarta 2-3 Maret 2012 yang baru lalu.
Kegiatan yang bertema:"Revitalisasi Pancasila Dalam Rangka Penguatan jatidiri Bangsa" ini,dimaksudkan untuk terbangunnya suatau perserpsi yang sama dari seluruh peserta dalam rangka menumbuhkembangkan kembali pemahaman nilai-nilai Pancasila bagi aparatur pemerintah sekaligus mengamalkannya. Berbagai penafsiran terhadap ideologi Pancasila, dikhawatirkan akan membawa bangsa Indonesia Menghadapi krisis Ideologi. Menguatnya pengaruh budaya asing (Westernisasi) yang terjadi terhadap prilaku dan gaya hidup masyarakat Indonesia yang tidak lagi mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila, serta munculnya faham-faham Radikal, meguatnya chauvirisme kesukuan sehingga membuat terjadinya disharmonis sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan aparatur Pemerintah yang paling terdepan melihat dan memonitor permasalahan ini adalah camat dan kepala desa.
Aparat Pemerintah [Camat] sebagai stakeholders yang memiliki peran strategis dalam Pemerintah Daerah, dituntut dapat mendorong terjadinya suatu perubahan kearah yang lebih baik. Yaitu kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara yang sesuai dengan prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar NKRI. 
Dalam Forum tersebut dibahas untuk disadari dan dipahami terutama oleh para Camat bahwa kalau aparatur pemerintah daerah seperti muspida tidak harmonis, akan berpengaruh kepada kondisi masyarakat dan jika harmonis maka masyarakat akan damai dan tenang. Oleh karena itu camat dan kepala daerah harus berdaya, cerdas untuk deteksi dini permasalahan masyarakat sebelum lebih jauh timbul konflik yang menimbulkan kerugian yang menelan harta dan jiwa. Dalam kaitan itu pemerintah daerah dengan ujung tombaknya camat dan kepala desa dituntut selalu meningkatkan partisipasi masyarakat sendiri untuk hidup harmonis dan kondusif dengan kesigapan tokoh-tokoh masyarakat terhadap kegiatan kelompok-kelompok yang mulai dengan gejala ekstrim.
Sumber :Media Kesatuan Bangsa, Vol II, N0.1,Maret 2012

Senin, 01 Oktober 2012

BUMDes Lagi Butuh "Kasih Sayang"

Hutan Tropis Kabupaten Bengkayang

Mungkin banyak kita tidak yang tidak tahu kalau pedesaan kita punya badan usaha sendiri yang bernama Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Konsep BUMDes sendiri dilatarbelakangi oleh resolusi PBB tentang The International Year of Mikrocredit 2005 yang kemudian diadopsi oleh pemerintah Indonesia menjadi Undang-Undang  No 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang sejalan dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004.   Untuk landasan berpijak dengan memperhatikan struktur kelembagaannya di tingkat Desa yakni melalui BUMDes maka dibuatlah Permendagri No. 39 Tahun 2010.
Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah, strategi pengembangan BUMDes tidak semata didasarkan pada aspek target pertumbuhan ekonomi, akan tetapi yang lebih penting adalah menciptakan aktifitas ekonomi yang kondusif di tingkat desa paling tidak memecahkan kendala pengembangan usaha desa guna mendorong peningkatan pendapatan masyarakat sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara luas.
BUMDes ini bergerak dalam berbagai sektor antara lain perikanan, perkebunan, pertanian, kelistrikan, hutan tanaman rakyat, home industri, usaha kerajinan dan keterampilan dan sebagainya. Sebenarnya banyak potensi yang dimiliki oleh desa untuk dikelola oleh BUMDes.
Namun dalam operasionalnya BUMDes terkendala oleh modal. Seandainya Perbankan Nasional baik BUMN maupun swasta serta perusahaan-perusahaan terkait mau melirik potensi ini maka BUMDes akan cepat berkembang. Namun hingga kini BUMDes masih tergantung kepada program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM  Mandiri Pedesaan).
Program PNPM Mandiri Pedesaan  ini menyediakan fasilitas pemberdayaan masyarakat/ kelembagaan lokal, pendampingan, pelatihan, serta dana Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM) kepada masyarakat secara langsung. Besaran dana BLM yang dialokasikan sebesar Rp750 juta sampai Rp3 miliar per kecamatan, tergantung jumlah penduduk.  Dana itu tidak sepenuhnya untuk Pengembangan BUMDes tapi lebih diutamakan untuk desa miskin yang digunakan untuk membangun dan perbaikan jalan, jembatan, irigasi, sarana air bersih, pendidikan dan kesehatan.
Atas dasar itulah, penulis berharap kedepan Pihak Perbankan dan Perusahaan baik milik negara dan  swasta dapat melirik potensi dari BUMDes ini atau  kalau di Sumatera Barat mungkin  namanya BUMN (Badan Usaha Milik Nagari) . Penulis yakin dengan “kasih sayang” yang diberikan oleh pihak perbankan dan perusahaan tersebut dapat menggairahkan program BUMdes di seluruh desa di indonesia.
Jika anda pulang kampung, pasti anda akan menemukan banyak lahan yang tidak produktif karena  tidak tergarap, atau pengelolaan potensi desa yang masih tradisonal. Alangkah bijaknya semua lahan tersebut dapat dikelola oleh desa menjadi BUMDes dengan bagi hasil bagi pemilik lahan sekaligus tentu membuka lapangan kerja!

Minggu, 30 September 2012

Pemberdayaan Masyarakat Adat & Tantangannya

Sungai Baro Desa Sahan Kec.Seluas Kab.Bengkayang

Sebagai kelanjutan dari perjalanan reformasi ditanah air telah melahirkan tututan masyarakat adat dalam rangka memperoleh hak-haknya untuk memiliki suatu sistem sosial tersendiri. Pada periode sebelumnya hak-hak masyarakat adat telah dirampas oleh rezim Orde Baru. Salah satu akibatnya adalah lahirnya proses marginalisasi di segala bidang. 
Marginalisasi yang dilakukan Negara terhadap masyarakat adapt antara lain:
Pertama, dengan lahirnya UU no. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa, maka masyarakat adat tidak lagi memiliki suatu pemerintahan lokal yang otonom yang menjalankan fungsinya sesuai dengan kepentingan politik dan ekspresi sosial kulturalnya. Pemerintahan desa yang diamanatkan dalam UU No. 5 tahun 1979 menggantikan pemerintahan adat seperti nagari, pasirahan, ketemukungan, dan berfungsi sebagai kepanjangan tangan dari pemerintahan di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten.
Kedua, lembaga adat yang melayani kepentingan komunitasnya kemudian dikebiri dengan dijadikan sebagai bagian dari organisasi state corporatisme. Oleh karenanya di tingkat propinsi, kabupaten sampai kecamatan di luar Jawa muncul apa yang disebut Lembaga Masyarakat Adat, suatu organisasi buatan pemerintah yang visi, misi, dan struktur organisasinya tidak selaras dengan konsepsi lembaga adat asli.
Ketiga, kalaupun lembaga adat asli masih dibiarkan hidup tetapi fungsinya dibatasi pada hal-hal yang tidak mengurangi hegemoni negara atas masyarakat asli misalnya mempertahankan berlakunya hukum adat secara terbatas karena masyarakat masih mempertahankannya.
Keempat, masyarakat adat menjadi semakin terasing dengan dunia politik di lingkungannya dan tidak mempunyai suatu kepemimpinan lokal yang sejalan dengan worldviewnya. Akibatnya, masyarakat adat menjadi tidak mempunyai bargaining power dalam menghadapi kekuatan dari luar baik yang merepresentasikan negara maupun pasar. Masyarakat adat menjadi terpuruk ekonominya dan semakin ketinggalan terhadap arus kemajuan jaman yang dibawakan oleh rezim Orde.
Perjuangan masyarakat adat untuk mengembangkan eksistensinya selalu menghadapi hambatan dan ancaman serta tantangan ke depan yang tidak mudah diatasi. Salah satu hambatan adalah melemahnya modal sosial (social capital)  kepempinan dan kebersamaan yang mereka miliki untuk mewujudkan suatu kekuatan bersama dalam mengembangkan komunitasnya, dan rendahnya kemampuan untuk mengelola organisasi adat.
Akibatnya proses konsolidasi antar elit adat dengan masyarakatnya serta antar elit adat yang bermasalah maka  ancaman dari luar pun tidak dapat diabaikan. Antar lain tuduhan untuk mewujudkan gerakan saparatisme yang mengancam negara kesatuan serta persatuan bangsa.
Disis lain mereka dituntut untuk mampu berhadapan dengan berbagai stakeholder seperti lembaga legislatif, eksekutif, press, dan sektor swasta yang mempunyai kepentingan berlainan dan dapat menghambat proses revitalisasi masyarakat adat ke depan. Tidak ketinggalan masyarakat adat pun ke depan dituntut untuk mempunyai kepedulian dengan agenda nasional dan global terhadap semangat demokrasi, HAM dan pluralisme dan keselarasan antara gerakan lokalisme dengan globalisme.
Perjuangan yang berat dari masyarakat adat untuk mengembangkan eksistensinya tidak mungkin dibiarkan berjalan sendiri tanpa kepedulian dari berbagai elemen masyarakat sipil lainnya . Beberapa agenda penting yang bisa jadi acuan antara lain:
Pertama, menguatkan kapasitas lembaga-lembaga adat sehingga bisa dikelola secara mandiri dan berkelanjutan. Kedua, Pelembagaan demokrasi masyarakat adat dengan kepemimpinan yang demokratis, dan bisa diterima oleh komunitas dan masyarakat. Ketiga, membangun akses organisasi dan masyarakat adat untuk menggunakan hak ulayat, sumberdaya ekonomi lokal dan kerjasama dengan pemerintah.
Mengawal proses perubahan sosial pada organisasi masyarakat adat maupun pada diri kelompok dengan bekerja sama dengan stakeholder masyarakat adat itu sendiri. Beberapa strategi yang bisa ditempuh antar lain:
Pengembangan Wacana. Pendekatan ini diperlukan untuk menghasilkan suatu kesadaran kritis mengenai pentingnya pemberdayaan masyarakat adat dari berbagai perspektif. Pengembangan Partisipasi, dengan melibatkan masyarakat adapt secara langsung dalam proses untuk memperoleh hak-haknya. Pengembangan Jaringan Kerja, untuk membangun semangat visi gerakan bersama. dan kerja sama masyarakat adat.
Proses pemberdayaan masyarakat adat, akan menyisakan berbagai tantangan yang multidimensional. Peran kebijakan pemerintah tentulah diperlukan untuk mempercepat komunitas ini lebih mandiri dan siap menyongsong perubahan sosial yang semakin memperkuat modal sosial. 

Optimalisasi Pemberdayaan Masyarakat Guna Mempercepat Pembangunan Daerah Tertinggal Dalam Rangka Ketahanan Nasional.


A.    PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang Ketertinggalan Daerah

Dari seluruh kabupaten yang ada di seluruh Indonesia saat ini masih terdapat 183 kabupaten daerah tertinggal.  Daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang relatif kurang berkembang dibanding daerah lain dalam skala nasional dan berpenduduk yang relatif terbelakang. Daerah tertinggal umumnya ditandai dengan (1) adanya kesenjangan pada beberapa sektor kehidupan, (2) tingginya angka kemiskinan dan (3) tingginya angka pengangguran penduduk.  Hal ini terjadi karena beberapa faktor penghambat antara lain :  letak geografi, topografi dan kekayaan alam, serta SDM yang relatif masih rendah. Secara rinci kabupaten tertinggal ditandai dengan adanya desa-desa dengan kondisi penduduk dan wilayah sebagai berikut :

1)     Masih tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran,

2)     Belum berkembangnya tingkat perekonomian masyarakat,

3)     Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat (SDM) serta terbatasnya sarana-prasarana pendidikan,

4)     Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat serta terbatasnya sarana-prasarana kesehatan,

5)     Belum memadainya sarana infrastruktur transportasi,

6)     Letak wilayah desa yang terisolir atau di daerah perbatasan, 

7)     Kurang memadainya sarana-prasarana Air bersih, 

8)     Belum tersedianya sarana penerangan listrik, 

9)     Rendahnya penguasaan teknologi dan pasar,

10)  Terbatasnya Sarana Komunikasi telepon/internet,

11)  Sulitnya merubah sosial budaya masyarakat,

12)  Kondisi keamanan relatif masih rentan dan rawan. 

Dari beberapa hal tersebut, maka terjadinya ketertinggalan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1.     Banyaknya desa-desa yang letaknya terisolir dan kondisi medan alam yang sulit dijangkau seperti daerah berawa, perbukitan dan pegunungan.

2.     Keterbatasan dana untuk pembangunan infrastruktur wilayah, karena memerlukan dana yang besar sebab daerah tersebut berawa dan pegunungan

3.     Rendahnya partisifasi dan kemampuan masyarakat untuk memajukan desanya.

Adapun masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum banyak tersentuh oleh program-program pembangunan sehingga akses terhadap pelayanan sosial, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik masih sangat terbatas. Oleh karena itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hidup di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan pembangunan yang besar dari semua sektor.

Faktor-faktor penyebab diatas telah mengakibatkan kesulitan dalam  mempercepat kemajuan wilayah dibandingkan dengan perkotaan, hingga terjadinya kelambatan dalam mengurangi angka kemiskinan.  Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan strategi dan kebijakan yangterpadu antar tingkat pemerintahan pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa, terintegrasi pada beberapa sektor dan wilayah, dilakukan secara intensif dan berkesinambungan, serta melibatkan masyarakat secara aktif melalui pemberdayaan kelembagaan dan masyarakat desa.

2.     Konsepsi Ketahanan Nasional

Konsepsi ketahanan nasional pada hakekatnya merupakan suatu konsepdi dalam pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan serta keamanan di dalam kehidupan masyarakat. Pendekatan dilakukan berdasarkanKonsep-konsep Aspek Ketahanan Nasionalsebagai berikut :  

1.   Aspek Tri Gatra, yaitu :  

a.   Posisi dan lokasi geografi; Desa tertinggal umumnya terletak di daerah perairan/rawa-rawa, bantaran sungai, pantai, perbukitan, pegunungan,di perbatasan dan terisolir, yang sulitbagi masyarakat untuk berkembang.Pendekatan yang dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan masyarakat secara aktif untuk menyiapkan seluruhinfrastruktur, baik transportasi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain

b.   Keadaan dan kekayaan alam; Desa-desa tertinggal umumnya memiliki keadaan alam seperti lahan berawa-rawa yang luas dan tidak produktif dan potensi kekayaan alam yang sangat terbatas dan belum dikelola; pendekatan yang dilakukan adalah untuk meningkatkan  pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan potensi kekayaan alam yang tersedia disekitar desa guna membangkitkan perekonomian, serta mengadopsi inovasi teknologi yang sesuai dengan keadaan alam di desa tersebut.  

c.   Keadaan dan kemampuan penduduk; Keadaan penduduk Desa tertinggal adalah dengan pemukiman yang terpencar-pencar, terbatasnya fasilitas, sulitnya merubah budaya, masih banyaknya pengangguran, dan rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan, serta daya beli masyarakat yang masih rendah; pendekatan yang harus dilakukan adalah untuk meningkatkan kemampuan penduduk hingga keluar dariseluruh aspek ketertinggalannya 

2.     Dari Aspek Panca Gatra, yaitu :

a.     Ideologi; Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara Indonesia adalah landasan Idiil bagi rakyat dalam bernegara yang harus menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari dengan mengamalkan makna yang terkandung didalam setiap sila-sila Pancasila; pendekatan yang dilakukan adalah untuk meningkatkan aktivitas keagamaan  sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing,  adanya rasa kemanusiaan, kebersamaan, gotong royong sama, semangat kebangsaan, adanya rasa persatuan dan kesatuan berbangsa dan bernegara,  mendahulukan musyawarah dalam menyelesaikan seluruh permasalahan yang ada dalam masyarakat,  dan meningkatkan solidaritas dalam masyarakat serta mengurangi kesenjangan antar sesama.

b.    Politik; Pengetahuan Masyarakat desa tertinggal akan kehidupan berpolitik umumnya masih terbatas, karena itu pendekatan yang dilakukan adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang tujuan berpolitik, dan menjamin hak-hak kehidupan politik setiap warga agar mendapat tempat yang semestinya.  

c.     Ekonomi; Perekonomian masyarakat desa tertinggal umumnya masih sangat rendah, rendahnya pengetahuan dalam mengelola SDA, rendah dalam permodalan, rendah dalam penguasaan IPTEK, karena itu pendekatan yang dilakukan adalah dengan penentuan kebijakan ekonomi, pembinaan ekonomi yang berpihak kepada pemberdayaan masyarakat, pemanfaatan faktor-faktor SDA, serta meningkatkan kelancaran arus distribusi hasil produksi.  

d.    Sosial – Budaya; Kondisi Sosial-Budaya masyarakat desa tertinggal umumnya masih sangat rendah, rata-rata tingkat pendidikan masih rendah dan kesehatan yang masih rentan terhadap berbagai macam penyakit, pendekatan yang dilakukan adalah menyiapkan infrastruktur transportasi,  pendidikan, kesehatan, tenaga pendidik dan tenaga kesehatan yang berkualitas, menjaga kelestarian budaya, serta menghindari masuknya budaya yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat bangsa dan negara. 

e.     Pertahanan dan Keamanan;  yaitu daya upaya rakyat semesta dengan angkatan bersenjata, dan menjadi tanggungjawab semua lapisan masyarakat dan pemerintah, dalam menjalankan kebijakan arah pembangunan untuk mewujudkan ketahanan nasional, dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia, pendekatan yang dilakukan adalah untuk meningkatkan semangat masyarakat bela negara terhadap ancaman baik yang timbul dari dalam dan maupun ancaman dari luar.

3.     Dari Aspek Asta Gatra, yaitu :merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuhberupa hubungan timbal balik yang erat dan saling ketergantungan antara Tri Gatra dan Panca Gatra, pendekatan yang dilakukan adalah untuk memadukan dan mengintegrasikan beberapa aspek gatra diatas dalam rangka percepatan pembangunan di daerah tertinggal dengan tujuan untuk mempercepat tercapainya tujuan nasional.

Pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan sebagai suatu pendekatan partisipatif, fokusnya tidak hanya pada bukan hanya sebagai penerima tetapi ikut serta dalam proses pembangunan,baik dalam perencanaan, pembangunan dan pengawasan,guna mengoptimalkan percepatan pembangunan daerah tertinggal.

Dari uraian diatas, maka rumusan yang menjadi pokok masalah pembangunan daerahtertinggal adalah :  “ Bagaimana Pemberdayaan Masyarakat Dioptimalkan Guna Mempercepat Pembangunan Daerah Tertinggal Dalam Rangka Ketahanan Nasional “?.

 

B.    PEMBAHASAN

a.     Kebijakan

Dalam mempercepat pembangunan daerah tertinggal yang saat ini masih terdapat 183 kabupaten dan target berkurangnya 50 kabupaten tertinggal pada tahun 2014, perlu dirumuskan suatu Kebijakan yang tepat, Strategi yang ditempuh harus benar-benar dapat dilaksanakan melalui berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh semua komponen bangsa pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, dunia usaha, kelembagaanmasyarakat, dan masyarakat itu sendiri. Keterpaduan berbagai sektor, kesinambungan pembangunan diperlukan untuk mencapai kemandirian daerah, desa dan masyarakat tertinggal.

Standar Penentuan kabupaten daerah tertinggal yang ditetapkan oleh Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal menggunakan 6  kriteria dasar, yaitu : perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, infrastruktur, kemampuan keuangan lokal, aksesibilitas, dan karakteristik daerah. Karena itu untuk keluar dari kategori kabupaten tertinggal, maka upaya yang dilakukan terhadap daerah tersebut adalah 1) meningkatkan pencapaian indikator kualitas sumberdaya manusia, 2) mengurangi angka pengangguran dan angka kemiskinanagar lebih rendah dari angka nasional, hingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi diatas rata-rata nasional, dan 3) meningkatkan kualitas  kesehatan masyarakat.

Sesuai dengan RPJM Nasional 2010-2014, Sasaran Strategis Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2010-2014 adalah :

1.     Berkurangnya status kabupaten tertinggal paling sedikit 50 kabupaten pada akhir tahun 2014;

2.     Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia yang ditunjukkan oleh IPM pada tahun 2010 sebesar 67,7 meningkat menjadi 72,2 pada tahun 2014. 

3.     Meningkatnya rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sebesar 6,6 persen pada tahun 2010 meningkat menjadi 7,1 persen pada tahun 2014;

4.     Berkurangnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal sebesar pada tahun 2010 sebesar 18,8 % berkurang menjadi 14,2 %;

5.     Berkurangnya pengangguran di daerah tertinggal sebesar 2,2% per tahun 

Beberapa Strategi Dasar Kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal tahun 2010-2014 sesuai RPJM Nasional adalah :  

1.     Peningkatan kualitas sumberdaya manusia, 

2.     Optimalisasi potensi wilayah daerah tertinggal, 

3.     Peningkatan investasi dan perekonomian daerah,

4.     Pengembangan infrastruktur wilayah daerah tertinggal, 

5.     Penguatan modal sosial dan lingkungan hidup.

Karena itu beberapa kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang harus dilakukan adalah :

1.     Mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat tertinggal dalam mengelola potensi wilayah dan ikut serta dalam pembangunan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, danpengawasan.

2.     Mendorong kebijakan penyediaan pembiayaan yang tidak memberatkan masyarakat, dan pengembangan fiskal daerah tertinggal yang lebih memadai.

3.     Mendorong tata kelola sumberdaya alam berbasis komoditas keunggulan lokal.

4.     Mendorong dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia melalui program pendidikan dan kesehatan masyarakat.

5.     Peningkatan koordinasi, kerjasama dan kemitraan dengan seluruh pelaku pembangunan daerah  termasuk keterlibatan pihak dunia usaha.

Pada hakikatnya ketahanan nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Tujuan Ketahanan Nasional sangat selaras dengan tujuan pembangunan daerah tertinggal yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan bersama untuk masyarakat dan membina untuk kemandirian masyarakat untuk mewujudkan ketahanan nasional dalam kerangka negara kesatuan RI.

Untuk dapat memungkinkan berjalannya pembangunan guna mencapai tujuan yang diharapkan dan terhindar dari hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan yang timbul, maka perlu dipupuk terus menerus solidaritas kebersamaan. Penyelenggaraan Ketahanan Nasional menggunakan pendekatan kesejahteraan masyarakat dan keamanan masyarakat. Kesejahteraan yang hendak dicapai untuk mewujudkan Ketahanan Nasional adalah kemampuan bangsa menumbuhkembangkan nilai-nilai nasionalisme menjadi kemakmuran sebesar-besarnya yang adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan keamanan yang mewujudkan ketahanan nasional adalah kemampuan bangsa melindungimasyarakat dari ancaman baik dari dalam maupun dari luar. Karena itu pemberdayaan masyarakat adalah salah satu kunci keberhasilan percepatan pembangunan daerah tertinggal, dengan pemberdayaan masyarakat program pembangunan dapat direncanakan dan dilaksanakan serta diawasi, untuk dimanfaatkan oleh masyarakat dalam setiap aktivitas kehidupan masyarakat, hingga berhasil guna dan berdaya guna bagi masyakat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat tertinggal yang dilakukan melalui kelembagaan masyarakat perlu dioptimalkan dengan menumbuhkembangkan nilai-nilai kebersamaan dan semangat gotong royong, agar lebih berdampak bagi peningkatan nilai-nilai persatuan dan kesatuan, hingga terwujudnya pemantapan ketahanan nasional. 

Untuk mengatasi pokok persoalan di atas, kebijakan pembangunan yang perlu dilakukan adalah :  Terwujudnya Pemberdayaan Masyarakat Yang Optimal Guna Mempercepat Pembangunan Daerah Tertinggal Untuk Memantapkan Ketahanan Nasional “.

b.    Strategi

Untuk mengatasi pokok persoalan pembangunan daerah tertinggal yang telah diuraikan diatas, perlu dilakukan strategi dasar melalui 4 pilar utama yaitu:

Pilar Pertamameningkatkan kemandirian masyarakat dan daerah tertinggal,dilakukan melalui: (1) Pengembangan ekonomi lokal, (2) Pemberdayaan masyarakat,(3) Penyediaan prasarana dan sarana lokal/perdesaan, dan (4) Peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah, dunia usaha, dankelompok masyarakat dan penduduk.

Pilar Keduamengoptimalkan pemanfaatan potensi dan kekayaan wilayah, dilakukan melalui: (1)Penyediaan informasi potensi sumberdaya wilayah, (2) Pemanfatan teknologi tepatguna, (3) Peningkatan investasi dan kegiatan produksi, (4) Pemberdayaan dunia usahadan UMKM, dan (5) Pembangunan kawasan ekonomi produksi terpadu.

Pilar Ketigamemperkuat integrasi ekonomi antara daerah tertinggal dan daerahmaju, dilakukan melalui: (1) Pengembangan jaringan ekonomi antar wilayah, (2)Pengembangan jaringan prasarana antar wilayah, dan (3) Pengembangan pusat-pusatpertumbuhan ekonomi daerah.

Pilar Keempat, meningkatkan penanganan daerah khusus yang memiliki karakteristik, dilakukan melalui: (1) Pembukaan keterisolasian daerah, dan (2)  Pembangunan daerah perbatasan, baik perbatasan antar kabupaten, provinsi maupun perbatasan antar Negara.

Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belumbanyak tersentuh oleh program-program pembangunan sehingga akses terhadap pelayanan sosial, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik masih sangat terbatas serta terisolir dari wilayah di sekitarnya. Oleh karena itu tingkat kesejahteraan masyarakat yang hidup di desa terisolirsangat memerlukan perhatian dan keberpihakan pembangunan yang besar dari semua jenjang pemerintahan pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa.

Untuk mencapai tujuan pembangunan daerah tertinggal secara nasional tahun 2014 yang ditempuh melalui 3 strategi pokok yaitu : Pro GrowthPro Job dan Pro Poor menuju pertumbuhan ekonomi 7,1 % pada tahun 2014, pengurangan angka pengangguran hingga mencapai 5 - 6 %, dan pengurangan angka kemiskinan hingga mencapai 14,2 %, serta peningkatan IPM hingga mencapai 72,2 pada tahun 2014

Suatu daerah dapat dikatakan tertinggal manakala memiliki paling tidak ada 6 kriteriayaitu : (a) letak geografis relatif terpencil dan sulit dijangkau;(b) potensisumber daya alam relatif kecil atau belum dikelola dengan baik;(c) kuantitas sumber daya manusia relatif sedikit dengan kualitas relatif rendah;(d) kondisi infrastruktur sosial ekonomi kurang memadai; (e) kegiatan investasi dan produksi yang rendah; (f) dan beberapa daerah merupakan daerah rawan bencana alam dan rawan konflik, baik secara vertikal maupun horizontal.

Secara umum, daerah tertinggal dapat ditipologikan sebagai berikut; (1) Daerah pedalaman/terisolir : wilayah yang kurang atau tidak memiliki akses ke daerah atau wilayah lain yang relatif maju; (2) daerah terpencil dan memiliki kesulitan akses ke wilayah lain yang relatif lebih maju: (3) Daerah perbatasan: wilayah tertinggal yang terletak di sepanjang perbatasan antar kabupaten, provinsi;(4) Daerah enclave. Wilayah tertinggal yang merupakan enclave di wilayah yang relatif berkembang maupun wilayah-wilayah yang mempunyai fungsi khusus; dan (5) Daerah rawan bencana dan konflik sosial: wilayah yang sulit mencapai kemajuan akibat seringnya wilayah tersebut mengalami bencana alam dan konflik sosial.

 Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu wilayah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial, ekonomi dan keterbatasan infrastruktur, untuk menjadi daerah yang lebih maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama bahkan melebihi dengan masyarakat yang lebih maju. Pembangunan daerah tertinggal, tidak hanya meliputi pembangunan aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, pendidikan, kesehatan dan keamanan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan pembangunan daerah tertinggal yaitu : 1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dengan sasaran untuk menyetarakan tingkat kesejahteraan rakyat dan wilayah antara daerah tertinggal dengan daerah maju, 2) Meningkatkan partisipasi masyarakat, dengan sasaran untuk mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses transformasi sosial, ekonomi, SDM dan tingkat kesehatanmasyarakat,  dan 3) Memperkuat kapasitas kelembagaan sosial ekonomi, budaya dan pemerintahan, dengan sasaran untuk mendukung upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan masyarakat serta peningkatan kinerja pelayanan publik di daerah tertinggal, diperlukan beberapa Strategi PercepatanPembangunan Daerah Tertinggal, yaitu :

1.     Mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat desa tertinggal yang lebih proaktif, dinamis dan partisipatif dalam setiap tahapan pembangunan, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan dan pemeliharaan hingga dapat berkesinambungan. Pemberdayaan masyarakat senantiasa dilakukan secara stimulant dan simultan, dengan pendekatan partisipatif melalui kelompok-kelompok masyarakat yang sudah ada maupun pembentukan kelompok-kelompok baru.  Beberapa program pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan dan perlu terus dikembangkan adalah Program Pendidikan mulai dari pendidikan Anak Usia Dini / PAUD  dan partisipasi masyarakat itu sendiri secara terintegritas dengan Program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang diselenggarakan masyarakat bersama petugas medis di desa, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan, Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus, dan program pemberdayaan masyarakat lainnya. 

2.     Mendorong pemberdayaan perekonomian masyarakat desa tertinggal agar lebih berdaya, mandiri, memiliki kemampuan penguasaan teknologi dan inovasi teknologi tepat guna, kemudahan mendapatkan akses permodalan dan akses pemasaran yang lancar.Pemberdayaan perekonomian diperlukan untuk meningkatkan aktivitas dan kemajuan perekonomian masyarakat, perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, dengan tujuan mengurangi pengangguran dan pengentasan kemiskinan.

Untuk mewujudkan pemberdayaan perekonomian masyarakat desa tertinggal perlu adanya model intervensi terhadap proses pembangunan pedesaan dengan bertumpu pada paradigma pengkotaan pedesaan dengan melakukan pengembangan perkotaan dan pedesaan sebagai kesatuan ekonomi dan kawasan yang tidak terpisahkan. Pengembangan kegiatan pertanian secara modern melalui mekanisasi dan industrialisasi di desa. Dalam upaya membangun daerah tertinggal, pelaksanaan pembangunan bertumpupada pemanfaatan potensi sumber daya alam setempat. Pengelolaan Sumber Daya Alam sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing desa tertinggal, maka akan muncul model-model desa sesuai dengan potensi yang dimiliki, seperti desa mengembangkan industri kerajinan, dan desa pengembangan pertanian, peternakan dan perikanan yang sesuai dengan potensi desa masing-masing.  Pemanfaatan lahan tidur yang dikelola secara benar sehingga berubah menjadi kawasan agropolitan yang produktif dan desa maju. Sangat dimungkinkan di desa-desa tertinggal juga mendapat julukan Desa-desa tersebut diatas, sesuai dengan potensi alam, dan budaya masyarakat setempat.

3.     Mendorong pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur wilayah di Desa Tertinggal meliputi pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan untuk membuka akses desa-desa yang masih terisolir, sarana komunikasi, sarana energi listrik dan bahan bakar, sarana air bersih, sarana pendidikan dan kesehatan, serta sarana peribadatan, saranasosial dan budaya lainnya.  Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan menuju desa-desa tertinggal membutuhkan dana yang cukup besar karena jarak yang relatif jauh dan kondisi alam yang akan dilewati berawa-rawa, berbukit dan pegununganmelalui pemberdayaan masyarakat antara lain system tanpa ganti rugi lahan untuk jalan karena partisipasi masyarakat, maka biaya pembangunan jalan ke desa terisolir ini dapat ditekan.  Pembangunan jalan baru ini memerlukan teknik tahapan-tahapan waktu pelaksanaan pembangunan sehingga dalam waktu 4 sampai 5 tahun jalan ini baru dapat dinikmati dengan lancar oleh masyarakat desa tertinggal.  Pembangunan infrastruktur yang lengkap pada desa-desa tertinggal, terisolir ataupun desa baru akan dapat menjadikan desa ini lebih mapan.

Ada 3 klaster kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang perlu terus dikembangkan yaitu :

1.     Pemberdayaan Masyarakat Tertinggal, yaitu Kredit Usaha Rakyat, Pengembangan Ekonomi Lokal, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan.

2.     Pemenuhan Hak-hak Dasar Rakyat Tertinggal, yaitu Sarana Infrastruktur Jalan, Sarana Irigasi, Sarana Kesehatan, Jaringan Listrik, Sarana Air Bersih, Sarana Pendidikan, dan Sarana pasar-pasar tradisional.

3.     Bantuan Berdimensi Sosial yaitu : Program permodalam tanpa agunan, Dana Bantuan Operasional Sekolah, Program Sekolah Gratis hingga SLTA, Bantuan Beras untuk Keluarga Miskin, Program Keluarga Harapan, Jaminan Kesehatan Masyarakat, Jaminan Kesehatan Semesta atau Program Kesehatan Gratis. dan lain-lain.

Ke-3 klaster kebijakan diatas harus dilakukan dalam suasana yang aman, nyaman, tenteram, tertib, dan kondusif guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang lebih baik, mandiri dan berkualitas, berlandaskan iman, taqwa, moral dan etika hingga terwujudnya ketahanan nasional

Untuk mempercepat proses pengentasan daerah-daerah tertinggal baik di kawasan perbatasan maupun di daerah konflik, dan rawan bencana. Diperlukan perubahan paradigma dalam mengentaskan daerah tertinggal. Bila sebelumnya paradigma daerah tertinggal berbasis pada kawasan, maka sekarang paradimagnya berbasis pada desa. Dengan paradigma berbasis pada pedesaan ini, maka sasaran pengentasan daerah tertinggal ini langsung ke jantungnya, yaitu desa sebagai center komunitas. Melalui paradigma ini maka setiap desa tertinggal terdapat satu program yang komprehensif.Pembangunan yang berbasis pedesaan sangat penting dan perlu untuk memperkuat fondasi perekonomian Negara, mempercepat pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan pengembangan antar wilayah. Dengan pembangunan daerah-daerah tertinggal  berbasis pedesaan ini, maka akan menjadikan desa sebagai basis perubahan.Dalam konteks itu maka sumber-sumber pertumbuhan ekonomi harus digerakkan ke pedesaan sehingga desa menjadi tempat yang menarik sebagai tempat tinggal dan mencari penghidupan untuk itu,maka infrastruktur desa seperti irigasi, sarana dan prasarana transportasi, listrik, telepon,sarana Pendidikan, kesehatan dan sarana lain yang dibutuhkan harus disediakan sehingga memungkinkan desa akan mengalami kemajuan dan perkembangan hingga menyamai desa-desa yang telah maju.

c.     Upaya-Upaya yang Dapat Dilakukan

Pada Strategi-1. Mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat desa tertinggal yang lebih proaktif, dinamis dan partisipatif,upaya yang dilakukan adalah :

1.     Pendampingan oleh Fasilitator, memungkinkan warga masyarakat mampu mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang ada pada diri mereka, maupun mengakses sumber-sumber kemasyarakatan yang berada disekitarnya.Pendamping juga biasanya membantu, membangun dan memperkuat jaringan dan hubungan antara komunitas setempat dan kebijakan-kebijakan pembangunan yang lebih luas. Para pendamping masyarakat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan mengenai bagaimana bekerja dengan individu-individu dalam konteks masyarakat lokal, maupun bagaimana mempengaruhi posisi-posisi masyarakat dalam kontekslembaga-lembaga sosial yang lebih luas.

2.     Melakukan koordinasi secara intensif tentang Program Pemberdayaan Masyarakat pada setiap jenjang Pemerintahan yaitu Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa untuk menyelaraskan kebijakan, strategi dan upaya-upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal dalam rangka pemantapan ketahanan nasional.  Koordinasi pelaksanaan Program PNPM-Mandiri Perdesaan yang telah berlangsung dengan baik dapat terus dipertahankan dan menjadi contoh bagi program-program pemberdayaan masyarakat lainnya di desa-desa tertinggal.

3.     Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat tertinggal baik melalui pendidikan dan pelatihan formal maupun non formal, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan pemberdayaan kelembagaan masyarakat, pengetahuan pembangunan, maupun pengetahuan dan keterampilan dalam berusaha.Peningkatan pengetahuan masyarakat dilakukan mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini melalui pemberdayaan masyarakat di setiap desa, pemerataan pembangunan sarana sekolah lanjutan pertama di desa dan sekolah menengah umum dan kejuruan di setiap kecamatan sampai pada jenjang perguruan tinggi, pemberian fasilitas beasiswa bagi peserta didik agar terus ditingkatkan supaya anak desa tertinggal dapat mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi.  Tenaga pendidik di desa tertinggal juga harus lebih baik dan sama dengan kualitas tenaga pendidik yang berada di sekolah-sekolah perkotaan. Fasilitas sekolah di desa yang lengkap dengan laboratorium dan perpustakaan sangat memungkinkan mempercepat kemajuan bidang pendidikan di desa-desa tertinggal. 

4.     Menyediakan pendanaan yang cukup, baik dari pemerintahan maupun dunia usaha.  Hal ini diperlukan dalam pemberdayaan masyarakat diperlukan dana stimulan dan insentif bagi pelaksana pembangunan daerah tertinggal, agar dapat lebih meningkatkan gairah dan motivasidalam pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat tertinggal.

5.     Pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan usaha dari BUMN/BUMD baik dalam pemberian bantuan teknis usaha maupun dalam pemberian bantuan permodalan dengan beban tidak memberatkan masyarakat.  Bantuan permodalan yang diberikan baik menggunakan dana keuntungan usaha maupun dana Corporate Social Responsibility-CSR, serta kemitraan usaha lainnnya seperti pemberian pinjaman modal dari BUMN/BUMD kepada para pengrajin industri kecil dari bagian keuntungan perusahaan sebagai kewajiban mereka untuk membantu masyarakat desa tertinggal.

6.     Menyediakan sarana informasi dan komunikasi yang tepat agar setiap proses dan keberhasilan pembangunan daerahtertinggal melalui pemberdayaan masyarakat dapat dilihat, dipahami, diketahui bahkan dicontoh oleh masyarakat lainnya.  Penyediaan informasi ini dapat berupa brossur, leflet, buku, papan informasi, radio, televisi, internet dan lainnya. Sarana informasi dan komunikasi juga diperlukan masyarakat untuk mendapat pengetahuan, informasi dan teknologi yang mugkin dapat diterapkan di desa tertinggal.  Media sarana informasi seperti Internet Mobile sangat cocok disediakan pada desa-desa terpencil dan tertinggal yang belum memiliki fasilitas internet (warnet).  Sudah saatnya Program Internet Masuk Desa digalakkan oleh pemerintah termasuk desa-desa tertinggal yang dikelola melalui pemberdayaan masyarakat desa tertinggal

Pada Strategi-2. Mendorong pemberdayaan perekonomian masyarakat desa tertinggal agar lebih berdaya, mandiri, memiliki kemampuan penguasaan teknologi dan pemasaran hasil, Upaya yang dapat dilakukan adalah :

1.     Melakukan kerjasama yang intensif dengan perguruan tinggi, lembaga penelitian, dunia usaha, perbankan, koperasi dan pihak lembaga jasa keuangan (Perusahaan Lessing) lainnya untuk mempermudah masyarakat di desa tertinggal dalam mengakses permodalan, teknologi, dan pemasaran hasil produksi perekonomian masyarakat tertinggal.

2.     Memberikan bantuan stimulan beberapa komoditas perekonomian kepada masyarakat desa tertinggal, berupa pemberian Bantuan secara gratis Benih Padi,  bibit karet, bibit kelapa sawit, bibit ternak, bibit ikan disesuaikan dengan potensi alam yang ada di desa tertinggal masing-masing, begitu juga bantuan sarana-prasarana pendukungnya yakni pupuk, pestisida, peralatan dan mesin, dan fasilitas  pasar desa.

3.     Pendampingan oleh petugas pendamping, fasilitator dan Petugas Penyuluh Pertanian secara rutin dalam upaya membimbing masyarakat tani, peternak dan nelayan untuk meningkatkan usaha perekonomiannya di desa-desa tertinggal sampai pada pemasaran hasil.  

4.     Peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat tani-nelayan di desa tertinggal melalui kegiatan Bimbingan Teknis baik dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat maupun oleh Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan Perusahaan Besar yang berada di sekitar desa tertinggal.

5.     Menyediakan fasilitas pemasaran seperti pasar hewan, pasar desa dan pasar kecamatan yang letaknya mudah dijangkau dari desa-desa tertinggal. 

6.     Menyediakan fasilitas skim kredit khusus untuk masyarakat desa tertinggal dengan persyaratan yang ringan, adanya penjaminan dan proses yang mudah dan cepat bagi masyarakat untuk mendapatkannya.

Pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah pemberdayaan pemilikan faktor-faktor produksi,pemberdayaan penguasaan distribusi dan pemasaran, pemberdayaan masyarakat untuk mendapatkan gaji/upah yang memadai, dan pemberdayaan masyarakat untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan ketrampilan, yang harus dilakukan pada beberapa aspek, baik dari aspek masyarakatnya sendiri, mapun aspek kebijakannya. Karena persoalan atau isu strategis perekonomian masyarakat bersifat lokal dan problem spesifik

Salah satu masalah yang dihadapi oleh masyarakat desa tertinggal adalah dalam hal akses untuk memperoleh modal. Dalam pasar uang, masyarakat perdesaan baik yang petani, buruh, pengusaha mikro, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah, terus didorong untuk meningkatkan tabungan. Tetapi ketika mereka membutuhkan modal, mereka diperlakukan diskriminatif oleh lembaga keuangan. Sehingga yang terjadi adalah aliran modal dari masyarakat lemah ke masyarakat yang kuat. Lembaga keuangan atas posisinya sebagai perantara, maka di dalamnya berbagi resiko dengan nasabah peminjam, memberikan informasi kepada peminjam, dan menyediakan likuiditas. Kenyataan yang terjadi, kepada masyarakat lemah dan pengusaha kecil, perlakukan atas ketiga hal tersebut juga diskriminatif. Dan atas perlakuan yang tidak adil itu, masyarakat tidak memiliki kekuatan tawar menawar dengan pihak lembaga kuangan.  Karena itu pemberdayaan masyarakat desa tertinggal juga diikuti dengan kemudahan mereka untuk mendapatkan akses modal dari perbankan.  Penanganan kendala modal, kendala distribusi, dan kendala tanah tidakseluruhnya dapat dilakukan melalui upaya ekonomi semata. Karena banyakdimensi-dimensi politik yang harus ditangani. Oleh sebab itu, pemberdayaan perekonomianmasyarakat tidak dapat dilakukan tanpa kebijakan politik.

Pada Strategi-3. Mendorong pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur wilayah di desa tertinggal,upaya yang dapat dilakukan adalah :

1.      Melakukan kerjasama pembangunan dengan pihak swasta yang memiliki kemampuan finansial dan fasilitas yang cukup guna melakukan pembangunan infrastruktur ke kawasan desa-desa tertinggal.  Pola yangdikembangkan adalah pola saling menguntungkan, serta dengan melibatkan masyarakat di sekitar lokasi pembangunan.  Kerjasama ini dapat dilakukan dengan pemberian insentif kemudahan berinvestasi bagi usaha mereka yang terletak disekitar desa-desa tertinggal tersebut, seperti Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Pabrik Industri dan lain-lain.

2.      Menyediakan pendanaan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di desa tertinggal secara terpadu antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah; Kebutuhan dana Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan sangat besar, karena itu perlu dukungan terpadu dengan pemerintah pusat dan provinsi dalam membangun jalan dan jembatan ke desa-desa tertinggal.  Desa tertinggal dan terisolir umumnya berada didaerah perairan yang berawa-rawa, berbukit dan pegunungan sehingga untuk membangun sarana jalan dan jembatan memerlukan dana yang sangat besar dan sangat membebani APBD Kabupaten tertinggal, karena itu diperlukan keterpaduan pendanaan bersama antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten tertinggal.

3.      Mengikutsertakan dan memberdayakan masyarakat mulai dari tahap perencanaan dan persiapan melalui musyawarah perencanan pembangunan desa dan kecamatan,  dan pelaksanaan pembangunan secara padat karya atau menggunakan tenaga kerja lokal setempat agar masyarakat mempunyai rasa memiliki pada hasil pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan tersebut, sehingga mereka dapat ikut membantu dalam pemanfaatan dan pemeliharaannya. Dengan demikian maka sarana jalan dan jembatan yang dibangun akan dapat bertahan lama dan dapat terpelihara dengan baik.

4.      Memberdayakan kelembagaan masyarakat di desa tertinggal dalam proses pembangunan infrastruktur baik manajemen, pengelolaan, pengawasan, dan pemeliharaan. Pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan cara padat karya atau system upah kepadakelompok kerja masyarakat desa itu sendiri.

5.      Menyediakan infrastruktur lainnya seperti Sarana Pendidikan mulai dari PAUD, SD/MI, SMP/MTs sampai SMA/SMK/MA yang mudah dijangkau masyarakat desa tertinggal yang dilengkapi dengan keberadaan tenaga pendidik yang profesional, Sarana Kesehatan berupa Poskesdes atau Pustu di desa dilengkapi dengan sarana peralatan medis dan obat yang lengkap serta tenaga medis (Bidan dan Perawat) yang professional, Sarana Air Bersih berikut sanitasi lingkungan, saluran drainase untuk mengantisipasi terjadinya banjir, dan sarana irigasi desa pada desa-desa potensi pertanian.

Secara terintegritasi upaya-upaya yang harus dilakukan menurut Tri Gatra, Panca Gatra dan Asta Gatra adalah sebagai berikut :

Dari Aspek Tri Gatra, yaitu :  

a.   Posisi dan lokasi geografi; Desa tertinggal umumnya terletak di daerah perairan/rawa-rawa, perbukitan, pegunungan dan berada di pelosok perbatasan, keterisoliran desa-desa iniyang mempersulit masyarakat untuk berkembang maju, karena itu upaya pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan dalam membuka akses infrastruktur jalan ke desa-desa tertinggal, dengan mengikutsertakan masyarakat di desa tertinggal, wilayah yang akan dibangun melewati rawa-rawa perbukitan atau pegunungankarena itu diperlukan keterpaduan dukungan dana dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan infrastruktur tersebut. 

b.   Keadaan dan kekayaan alam; Desa-desa tertinggal umumnya memiliki keadaan alam seperti lahan berawa-rawa yang luas dan tidak produktif dan potensi kekayaan alam yang sangat sedikit; upaya yang dilakukan adalah meningkatkan  pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan potensi kekayaan alam yang tersedia disekitar desa guna membangkitkan perekonomian, serta dengan melakukan adopsi inovasi teknologi yang sesuai dengan keadaan alam di desa tersebut. Inovasi teknologi dalam memanfaatkan kekayaan alam di desa baik dengan teknologi tepat guna maupun dengan penguasaan teknologi baru dan modern agar mereka dapat meningkatkan produktivitasnya. Teknologi tepat guna yang sesuai dengan keadaan alam desa tertinggal seperti: listrik tenaga air yang memanfaatkan arus air,  kincir angin, pemanfaatan energi matahari, dan lain-lain.

c.   Keadaan dan kemampuan penduduk; Keadaan penduduk Desa tertinggal biasanya sedikit (jarang-jarang) dengan letak permukiman yang terpencar-pencar; upaya yangdilakukan adalah meningkatkan kemampuan penduduk sehingga tidak lagi tertinggal, serta mengatur penyebaran pendudukmengendalikan pertambahan penduduk agar mereka dapat hidup secara berkelompok dengan lebih layak dan mandiri. Pembangunan sekolah-sekolah di desa tertinggal harus menjadi prioritas agar dapat meningkatkan kemampuan penduduk mulai dari masa kanak-kanak melalui pendidikan anak usia dini, Sekolah Dasar dan seterusnya.  Pemberdayaan masyarakat mulai dari penyelenggaraan pendidikan anak usia dini (PAUD) yang sudah berlangsung cukup baik, perlu terus ditingkatkan agar kemandirian masyarakat tertinggal akan menyamai masyarakat desa yang lebih maju.

Dari Aspek Panca Gatra, yaitu :

a.     Ideologi; Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara Indonesia adalah landasan Idiil Negara Republik Indonesia yang harus menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari dengan mengamalkan makna yang terkandung didalam setiap sila-sila Pancasila; upaya yang dilakukan adalah meningkatkan aktivitas keagamaan dan mengamalkannya disetiap kehidupan sehari-hari, semangat gotong royong dan solidaritas yang tinggi, semangat kebangsaan, persatuan dan kesatuan dalam kerangka NKRI, bermusyawarah dalam kehidupan berkelompok, dan menanamkan rasa kepedulian antar sesama masyarakat di desa. Upaya Pemahaman tentang Pancasila sebagai Ideologi Negara  agar dapat dilakukan terhadap seluruh lapisan masyarakat.  

b.    Politik; Pengetahuan Masyarakat desa tertinggal umumnya masih terbatas pada partai-partai politik dan keberadaan anggota DPRD yang telah dipilihnya, serta kehidupan politik dalam pemerintahan di desa, sedangkan kehidupan politik lainnya mereka kurang mengetahuinya, karena itu upaya yang dilakukan adalah meningkatkan pemahaman mereka dan menjamin hak-hak kehidupan politik setiap warga agar mendapat tempat yang semestinya dalam proses perencanaan, pelaksanaan pembangunan serta dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara mulai dari pemerintahan desa, kecamatan, kabupaten, provinsi sampai kepada pemerintahan pusat.  

c.     Ekonomi; Perekonomian masyarakat desa tertinggal umumnya masih sangat rendah, rendah dalam memanfaatkan potensi desa, rendah dalam permodalan, rendah dalam penguasaan IPTEK, dan rendah dalam memperoleh pendapatan, karena itu upaya yang dilakukan adalah menetapkan kebijakan ekonomi, pembinaan ekonomi yang berpihak kepada pemberdayaan masyarakat bawah, pemanfaatan faktor-faktor produksi sumberdaya lokal serta kelancaran arus distribusi barang dan jasa dari desa, keluar desa dan sebaliknya. Inovasi dan penguasaan teknologi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat agar menjadi perhatian serius dari setiap pelaku pembangunan, baik pemerintah maupun dunia usaha serta lembaga-lembaga sosial-ekonomi. Bantuan stimulan seperti bantuan benih padi, bibit karet, bibit kelapa sawit, bibit ternak sapi, ayam, dan bantuan bibit ikan yang telah dilakukan, perlu terus ditingkatkan.

d.    Sosial – Budaya; Kondisi Sosial-Budaya masyarakat desa tertinggal umumnya masih sangat rendah yakni dalam hal Struktur Sosial, Pengawasan Sosial, dan Standar Sosial, begitu juga dengan rata-rata tingkat pendidikan warga masih sangat rendah, serta dengan kondisi kesehatan yang masih rentan terhadap berbagai macam penyakit di desa tertinggal, upaya yang dilakukan adalah meningkatkan kehidupan kemasyarakatan yang lebih baik, menjaga kelestarian budaya bangsa, serta menghindari masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan norma agama, bangsa dan negara, pembangunan sarana pendidikan desa tertinggal yang memberdayakan masyarakat mulai dari PAUD, Sekolah Dasar, dan pendidikan menengah agar dilengkapi dengan sarana-prasarana pendidikan yang cukup dengan tenaga pendidik yang berkualitas dan profesional, serta pelayanan pendidikan gratis agar tetap dilanjutkan untuk mengurangi beban masyarakat desa tertinggal. Pembangunan pelayanan kesehatan pada setiap desa tertinggal agar dilengkapi dengan sarana-prasarana dan tenaga medis yang memadai dengan pelayanan yang mudah dan gratis, baik tindakan pertama maupun rujukan untuk mengurangi beban masyarakat tertinggal. Tenaga medis Bidan dan Perawat yang ditempatkan di desa tertinggal agar diberikan fasilitas perumahan yang memadai agar mereka betah tinggal di desa tertinggal.  Memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat di desa tertinggal perlu dilakukan dan ditingkatkan agar mereka dapat hidup lebih sehat dan pada saatnya para generasi muda dapat berprestasi lebih tinggi dibidang olahraga.  Pembangunan sarana olahraga seperti olahraga massal sepak bola, bola volly, basket dan lain-lain perlu dilakukan di setiap desa tertinggal agar masyarakat dengan mudah dapat memanfaatkannya. Begitu juga sarana budaya untuk pagelaran seni budaya dapat dilakukan di setiap desa tertinggal untuk melestarikan kebudayaan daerah dan nasional guna menjalin silaturrahmi antar masyarakat dan desa.

e.     Pertahanan dan Keamanan;  yaitu daya upaya rakyat semesta dengan angkatan bersenjata dan merupakan salah satu fungsi utama pemerintah dalam menegakkan ketahanan nasional dengan tujuan mencapai keamanan bangsa dan negara, upaya yang dilakukan adalah meningkatkan semangat dan kemampuan bela negara terhadap ancaman yang timbul dari dalam dan dari luar. Penggalakkan sistem keamanan lingkungan (Siskamling) dari dan untuk masyarakat desa sangat cocok diterapkan di desa tertinggal karena setiap warga dapat berpartisipasi terhadap kondisi keamanan di desanya baik penyediaan sarana keamanan Poskamling maupun pelaksanaan pengamanan (petugas ronda).  Sistem pembiayaan keamanan dapat dilakukan dengan pola jimpitan atau pola iuran bulanan kepada semua warga yang ada di wilayah sistem keamanan lingkungan.

Dari Aspek Asta Gatra, yaitu :merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuhberupa hubungan yang tidak dapat dipisahkan serta erat dan saling ketergantungan antara Tri Gatradan Panca Gatra, upaya yang dilakukan adalah memadukan dan mengintegrasikan beberapa aspek Tri Gatra dengan Panca Gatra diatas dalam rangka percepatan pembangunan di daerah tertinggal dengan tujuan untuk mencapai tujuan nasional.

Dari beberapa upaya aspek Gatra diperlukan kebijakan prioritas dan mendesak yaitu program peningkatan perekonomian dan kesejahteraan guna memacu pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan peran sektor riil dan dunia usaha, mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan, memacu pembangunan infrastruktur, menggalakkan dan menggerakkan investasi, dan peningkatan kualitas hidup, pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup. (Tim redaksi)..